Keberadaan tim tanggap darurat, alias tim tanggap darurat dalam menanggapi kebocoran data oleh peretas Bjorka, dianggap tidak berguna. Alasannya, Indonesia sudah memiliki (BSSN).
Diketahui, Presiden Jokowi meminta pembentukan tim bersama untuk menanggapi kasus kebocoran data karena tindakan peretas Bjorka pada pertemuan koordinasi di Istana Presiden, Jakarta, Senin (12/9).
Tim ini terdiri dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (KOMINFO), BSSN, Cyber Crime Bareskrim Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Ada lembaga cyber tetapi kasus ini adalah membuat tim khusus yang terdiri dari 4 agensi. Mengapa tidak terputus begitu saja? "Kata pakar Siber Teguh Aprianto, melalui akun Twitter @Secgron, Selasa (9/13).
Menurutnya, anggaran untuk mendanai tim ini lebih baik digunakan untuk mengaudit BSSN dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) yang dianggap tidak jelas.
"Alih -alih tim ini dibuat hanya untuk merawat 1 orang atau 1 grup, lebih baik menggunakannya untuk mengaudit @kemkominfo dan @bssn_ri secara keseluruhan," kicau Teguh.
"Periksa apakah selama ini mereka benar -benar bekerja atau tidak. Apa indikator kinerja mereka sejauh ini?" dia melanjutkan.
Secara terpisah, kepala BSSN Hinsa Siburian mengatakan tim gabungan dibentuk lebih untuk mengantisipasi potensi krisis di masa depan.
"Sekarang, [tim] adalah tugasnya nanti bagaimana mencegahnya dan bagaimana jika ada krisis tim ini siap," katanya, ketika bertemu di kantor BSSN, Depok, Selasa (9/13).
"Kita juga perlu menyadari bahwa tidak ada satu negara pun di dunia ini yang dinyatakan di sektor cyber aman 100 persen. Amerika pernah diserang, Cina pernah diserang, negara mana yang tidak?"
"Jadi dalam berurusan dengan ini mengantisipasi dan mengevaluasi dan mempersiapkan kesiapan. Jadi tidak bisa sombong, 'Oh, kami kuat, sistem kami adalah yang paling kuat', tidak ada. Karena apa? Teknologi yang berkembang, peretas dan ancaman berkembang, "Dia menjelaskan.
Hinsa mengatakan bahwa ancaman oleh Bjorka sendiri belum tinggi.
"Jika dilihat dari kategori atau klasifikasi serangan yang merupakan pencurian data masih intensitas rendah. Karena saya katakan, ada hingga tiga [level ancaman] yang dapat melumpuhkan elektronik atau infrastruktur informasi vital kami," Hinsa menjelaskan.
Pada hari Senin (12/9), Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G Plate mengatakan tim bersama "terkait dengan memelihara data tata, mengelola data yang baik di Indonesia dan mempertahankan kepercayaan publik." (Source :CnnIndonesia)
Posting Komentar