Haruskah Mengiklaskan dan Merelakan Hutang?

 

Ketika orang yang berhutang tidak dapat membayar hutangnya, sikap yang paling baik bagi orang yang memberi tambahan hutang sebaiknya bersama dengan melihat dari itikad baik dan tidaknya dari orang yang berhutang. Bila ternyata niatnya dan itikadnya baik, maka dapat ditangguhkan pembayarannya sampai ia mampu. Sebagaimana firman Allah ta`alaa,”

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280)

Atau menunjang mencarikan orang yang berhutang untuk melunasi hutangnya atau dapat bersama dengan merelakan atau mengikhlaskan hutangnya sebagai shadaqah darinya. Karena orang yang demikian itu adalah orang yang berhak memperoleh zakat, sebagaimana firman Allah ta`alaa,”

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang tengah dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui kembali Mahabijaksana.” [At-Taubah: 60]

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى

“Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah dikala menjual, dikala membeli dan dikala menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari no. 2076)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُؤْتَى بِرَجُلٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ اللَّهُ انْظُرُوا فِى عَمَلِهِ. فَيَقُولُ رَبِّ مَا كُنْتُ أَعْمَلُ خَيْراً غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ لِى مَالٌ وَكُنْتُ أُخَالِطُ النَّاسَ فَمَنْ كَانَ مُوسِراً يَسَّرْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ مُعْسِراً أَنْظَرْتُهُ إِلَى مَيْسَرَةٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا أَحَقُّ مَنْ يَسَّرَ فَغَفَرَ لَهُ

“Ada seseorang didatangkan pada Hari Kiamat. Allah berkata (yang artinya), “Lihatlah amalannya.” Kemudian orang selanjutnya berkata, “Wahai Rabbku. Aku tidak punya amalan kebaikan selain satu amalan. Dulu aku punya harta, lantas aku sering meminjamkannya pada orang-orang. Setiap orang yang memang dapat untuk melunasinya, aku beri kemudahan. Begitu pula setiap orang yang berada dalam kesulitan, aku selalu memberinya tenggang waktu sampai dia dapat melunasinya.” Lantas Allah pun berkata (yang artinya), “Aku lebih berhak berikan kemudahan”. Orang ini pun pada akhirnya diampuni.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyebutkan bahwa hadits ini shohih).


Solusi Jika Si Penghutang Tidak Beritikad Baik

Namun kalau tidak ada itikad baik untuk mengembalikan, padahal kamu perlu  dengan hutang yang dipinjam itu selanjutnya atau ada segi lain maka tidak ada salahnya coba kembali untuk menemui, berkata dan memberi tambahan peringatan kepada orang tersebut. Terus memberi tambahan nasihat bersama dengan langkah yang baik, pada lain bersama dengan apa yang telah Rasulullah ancamkan, sebagaimana riwayat dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا

“Siapa saja yang berhutang lantas punya niat tidak sudi melunasinya, maka dia akan berjumpa Allah (pada hari kiamat)  sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani menyebutkan bahwa hadits ini hasan shohih)

Dan yang lainnya dari ancaman kepada orang orang yang tidak sudi atau enggan membayar hutang., padahal ia dapat membayarkannya atau tidak ada itikad baik untuk berkomunikasi bersama dengan persoalan hutangnya.

Begitu pula kalau dirasa akan dapat memberi tambahan efek negatif kepada orang lain, agar tidak berdampak dan beroleh persoalan yang sama maka diperbolehkan untuk memberi tambahan peringatan kepada orang lain agar tidak terkena bersama dengan perkara yang serupa.

Atau jika telah diberikan kesempatan, tapi tidak beralih agar telah berputus asa, maka dapat mencarikan pihak ketiga untuk mendesak kepada penghutang untuk melunasinya, bersama dengan menggugat dan melaporkannya kepada pihak yang berwenang sebagai perkara perdata. Namun, ini pastinya adalah langkah terakhir kalau melihat kemaslahatan yang dihasilkan bersama dengan langkah layaknya ini.

Baca Juga : Bagaimana Hukum Berkurban Sebelum Aqiqah?

Pelajaran Yang Dapat Dipetik

Maka jadi peringatan buatan kami semua untuk tidak bermudah-mudah berhutang untuk membeli sesuatu yang primer, karena efek negatif dan kehinaan yang dapat didapatkan kalau tidak dapat membayarkannya. Begitu pula tetap memberi tambahan stimulus kepada diri kami dan orang-orang yang dapat untuk memberi tambahan bantuan hutang atau bahkan memberi tambahan bantuan non hutang bersifat hadiah, infak atau zakat kalau memang kami beroleh saudara saudara kami dalam kesulitan dan perlu uluran tangan kami dan kami dapat membantunya. Berharap Allah menunjang dan memudahkan urusan kami bersama dengan kami menunjang dan meringankan saudara kita, sebagaimana sabda Rasulullah shallahu alaihi wasallam,”

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

“Barangsiapa meringankan sebuah kesulitan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam suasana sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menunjang hamba-Nya, selama hamba selanjutnya menunjang saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699)

Baca Juga : Sejarah Masjid Islamic Center Jakarta

Sc: (BimbinganIslam.com)

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama