Masjid Islamic Center Jakarta yang terkena musibah kebakaran (19 Oktober 2022). Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) adalah sebuah instansi yang berdiri di bekas Lokasi Resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak, Tanjung Priuk, Jakarta Utara.
Lokres Kramat Tunggak adalah nama sebuah Panti Sosial Karya Wanita (PKSW) Teratai Harapan Kramat Tunggak, yang terletak di jalan Kramat Jaya RW 019, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara. Areal selanjutnya tepatnya duduki lahan seluas 109.435 m2 yang terdiri berasal dari sembilan Rukun Tetangga (RT). Kramat Tunggak (kramtung), kemashurannya tidak saja populer di Indonesia, namun juga populer sampai ke semua Asia Tenggara sebagai pusat jajan terbesar bagi kaum hidung belang. Pada awal pembukaannya tahun 1970-an, terkandung 300 orang WTS bersama 76 orang germo. Jumlah ini konsisten bertambah bersamaan bertambah bulan dan tahun. Menjelang akhir ditutupnya Lokres Kramtung tahun 1999, jumlahnya meraih 1.615 orang WTS di bawah asuhan 258 orang germo/mucikari. Mereka tinggal di 277 unit bangunan yang punyai 3.546 kamar. Artinya, lokalisasi ini tumbuh dan berkembang bersama pesat yang pada akhirnya mengundang persoalan baru terhadap masyarakat di lingkungan sekitarnya dan sekaligus citra Jakarta yang tidak mampu dipisahkan berasal dari sejarahnya sebagai sebuah kultur Betawi yang terlalu identik sebagai komunitas Islam yang terbuka, bersemangat multikultur, toleran dan terlalu mencintai Islam sebagai identitas utama kebudayaan mereka.
Kondisi demikianlah ini menyebabkan desakan yang tidak henti-hentinya dari ulama dan penduduk agar Panti Sosial Karya Wanita (PKSW) Teratai Harapan Kramat Tunggak ditutup. Adanya desakan yang makin menguat berikut terhadap akhirnya dikerjakan penelitian oleh Dinas Sosial bersama dengan Universitas Indonesia untuk berkenaan sejauhmana penolakan penduduk terhadap PKSW Teratai Harapan Kramat Tunggak. Dari hasil penelitian tersebut, terhadap th. 1997 direkomendasi agar Lokres berikut ditutup. Pada th. 1998 dikeluarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 495/1998 berkenaan penutupan panti sosial berikut selambat-lambatnya akhir Desember 1999. Pada 31 Desember 1999, Lokres Kramat Tunggak secara formal ditutup lewat SK Gubernur KDKI Jakarta No. 6485/1998. Selanjutnya Pemda Provinsi DKI Jakarta melaksanakan pembebasan lahan eks lokres Kramat Tunggak.
Setelah dibebaskan banyak nampak gagasan terhadap lokasi bekas Kramat Tunggak tersebut, ada yang mengusulkan pembangunan pusat perdagangan (mall), perkantoran dan lain sebagainya. Namun Gubernur H. Sutiyoso punyai gagasan lain yakni membangun Islamic Centre. Sebuah gagasan yang cemerlang yang mengumpulkan kelompok-kelompok lain yang awalannya berbeda-beda. Pada th. 2001 Gubernur Sutiyoso melakukan sebuah Forum Curah Gagasan dengan seluruh elemen penduduk untuk mengetahui sejauhmana perlindungan penduduk terhadap sebuah pergantian yang sudah dicanangkan. Ternyata 24 Mei 2001 perlindungan itu makin lama menguat. Gagasan untuk membangun Jakarta Islamic Centre (JIC) dikemukakan Gubernur Sutiyoso kepada Prof. Azzumardi Azra (Rektor UIN Syarif Hidayatullah) di New York di sela-sela kunjungannya ke PBB terhadap tanggal 11-18 April 2001 dan meraih tanggapan yang sangat positif. Setelah adanya konsultasi tetap menerus antara masyarakat, ulama, praktisi baik skala lokal maupun regional apalagi international pada akhirnya diwujudkan dalam sebuah master plan pembangunan JIC terhadap th. 2002. Kemudian dalam rangka memperkuat gagasan dan gagasan pembangunan JIC,pada Agustus 2002 dilaksanakan Studi Komparasi ke Islamic Centre di Mesir, Iran, Inggris dan Perancis. Pada th. yang sama, dilaksanakan perumusan Organisasi dan Manajemen JIC. Kehadiran JIC ternyata sesuatu yang sangat fenomenal sebagai produk zaman yang strategis dan monumental.
Dalam rangka menyambut cita-cita besar umat Islam yang digantungkan kepada Jakarta Islamic Centre, dikeluarkan SK Gubernur KDKI No. 99/2003 mengenai Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre). Selanjutnya pada tahun April 2004, Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamci Centre) diangkat/dilantik lewat SK Gubernur KDKI Jakarta No. 651/2004.
Namun selanjutnya, kehadiran JIC tidak hanyalah hanya memengaruhi tanah hitam jadi putih, atau hanya sebuah masjid saja, melainkan lebih dari itu JIC diharapkan jadi tidak benar satu simpul pusat peradaban Islam di Indonesia dan Asia Tenggara yang jadi lambang kebangkitan Islam di Asia dan Dunia. Ciri peradaban yang dimaksud adalah bersama dengan adanya kelengkapan fasilitasi fungsi-fungsi kemakmuran masjid yang terdiri dari kegunaan peribadatan, kegunaan kediklatan dan kegunaan pedagangan/bisnis.
Posting Komentar